Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama
kali di pelajari dan diperoleh anak ketika sudah mampu berbicara. Kepandaian
dalam bahasa asli sangat penting untuk proses belajar berikutnya, karena bahasa
ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa
pertama seringkali membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. Oleh
karena itu bahasa ibu memiliki peranan penting dalam hal ini. Dalam konteks
Indonesia, bahasa ibu selalu mengarah pada bahasa daerah tertentu atau disebut
bahasa lokal. Hal ini disebabkan oleh keberagaman suku dan wilayah yang
memiliki bahasa yang berbeda-beda. Ini tentu tidak salah. Tapi lain hal nya
dengan masyarakat di perkotaan yang penggunaan bahasa indonesia telah menjadi
bahasa sehari hari, bahkan telah menjadi bahasa ibu bagi anak anak jaman
sekarang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para orang tua menjadikan bahasa
indonesia sebagai bahasa ibu, atau bahasa pertama yang diajarkan pada anaknya,
diantaranya: karena lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan banyaknya
warga pendatang, dan ada sebagian orang tua yang beralasan menggunakan bahasa
indonesia sebagai bekal pendidikan. Nah dari sini muncul kehawatiran, jika para orang tua mengajarkan
bahasa indonesia sebagai bahasa ibu, maka lambat laun bahasa bahasa daerah akan
hilang karena tidak ada generasi baru yang memakai bahasa daerah lagi.
Di era globalisasi ini perkembangan
bahasa terjadi begitu cepat, banyak sekali bahasa bahasa baru yang muncul di
kalangan generasi muda atau remaja saat ini, yang merupakan serapan dari bahasa
asing, dan media seperti televisi, majalah, internet dan jejaring sosial
menjadi penyebab utama akan terjadinya hal ini, mungkin hal ini bisa dibilang
suatu kreativitas dari seseorang atau sekelompok orang, tapi kreativitass ini
secara tak sadar membunuh bahasanya sendiri. Mereka yang gemar mengutip dan
menuturkan bahasa-bahasa Korea misalnya, disadari atau tidak hal ini membuat
eksistensi bahasa indonesia dan bahasa daerah semakin menurun, dan Tanpa
disadari mereka sedang membunuh jati dirinya sendiri.
Sejak tahun 1999, UNESCO telah
menetapkan tanggal 21 Februari sebagai hari bahasa ibu international, tapi
mirisnya asih banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini. UNESCO memandang
pentingnya setiap bangsa menanamkan kesadaran pendidikan bahasa ibu kepada
generasi penerusnya. Di sisi lain, UNESCO menangkap keprihatinan dunia yang
terus kehilangan bahasa-bahasa ibunya. UNESCO memperkirakan sekitar 3000 bahasa
akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan
oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada 2100 nanti. National
Geographic merinci lagi bahwa ada 1 bahasa ibu di dunia yang punah setiap 14
hari. Di banyak tempat di dunia, bahasa ibu sedang berjalan menuju ke kepunahannya,
termasuk di indonesia, atau bahkan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia
yang memiliki kerentanan besar terkait kepunahan bahasa ibu masyarakatnya.
Ratusan bahasa ibu masyarakat penduduk Indonesia semakin kehilangan penutur. Data UNESCO memaparkan ada 12 bahasa daerah di
Indonesia yang telah punah yakni Hukumina, Kayeli, Liliali, Mapia, Moksela,
Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada’. Jumlah ini diyakini
lebih sedikit dari yang sebenarnya karena ada banyak bahasa daerah yang tidak
terdokumentasikan. Di tambah lagi ada puluhan bahasa ibu di indonesia yang
terancam punah.
Di abad ke 21 ini memang memiliki
tantangan yang berbeda dengan abad sebelumnya. Hegemoni bahasa Inggris sebagai
alat komunikasi internasional mendorong negara negara berkembang membuat
kebijakan mewajibkan bahasa asing tersebut diajarkan dan dipakai dalam dunia
pendidikan, termasuk di indonesia, bisa kita lihat pada tiap tiap sekolah mulai
dari SD sampai SLTA menjadikan bahasa inggris sebagai salah satu mata pelajaran
wajib, dan bahkan ada beberapa PAUD yang menggunakan bahasa inggris sebagai
media pembelajaran. Kita tahu bahwa di Indonesia sempat muncul sekolah-sekolah
berlabel RSBI/SBI, atau sekolah berbasis international. Pakar Pendidikan Bahasa
UPI Abdul Chaer dalam Kompas (Rabu, 25 April 2012) berpendapat bahwa penggunaan
bahasa asing di RSBI/SBI tidak baik untuk pembinaan bahasa Indonesia. Praktisi
pendidikan Darmaningtyas mengatakan, kebijakan RSBI/SBI salah kaprah dengan
memandang bahasa Inggris lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Dari pandangan kedua pakar tersebut kita dapat menarik benang merah bahwa
kebijakan RSBI/SBI tentu berakibat lebih buruk lagi terhadap perkembangan
bahasa dan Sastra daerah.
Bukti penelitian yang dilakukan
oleh Arni binti Zainir dan Coleman terhadap kasus program dua bahasa (bilingual)
di Malaysia menerangjelaskan siswa yang belajar IPA dan Matematika dengan
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar menunjukkan prestasi jauh
lebih buruk dalam Ujian Nasional (UN) dibandingkan dengan mereka yang
menggunakan bahasa Melayu sampai akhir program (Associated Press Malaysia,
8 Juli 2009).
Melihat kenyataan di atas kita sebagai warga
Indonesia seharusnya merasa prihatin dengan kedudukan bahasa daerah di indonesia
saat ini yang harus bersaing dengan bahasa asing yang di anggap lebih keren dan
kekinian, Kita bisa lihat pada kenyataannya para orang
tua lebih mendorong anaknya untuk belajar bahasa asing dengan
memasukan mereka ke sebuah lembaga kursusan
bahasa inggris, jerman, korea, ataupun bahasa asing lainnya daripada
bahasa daerah, dan yang lebih menghatirkan lagi ketika ada
orang Indonesia yang ingin menempuh pendidikan lanjut tentang bahasa Jawa atau
sunda lalu ia harus terbang ke Belanda untuk bisa memahami sejarah bahasa
ibunya sendiri.
Memang
benar tak hanya indonesia yang mengalami kepunahan bahasa ibu tapi semua negara
di penjuru dunia ini menghadapi permasalahan yang sama. Kita sebagai bangsa
indonesia sebisa mungkin harus berusaha untuk tetap mempertahankan bahasa darah
kita, karena hakikatnya bahasa daerah merupakan lambang kebanggaan, lambang
identitas daerah itu sendiri.
Era
globalisasi memang mengharuskan kita untuk menguasai bahasa asing, namun
kitapun juga jangan lupa, untuk tetap melestarikan bahasa kita sendiri, jangan
malu untuk berbicara bahasa sendiri, dan tetap berusaha untuk menjaga
eksistensi bahasa kita sendiri. selain penguasaan bahasa, juga ada
faktor-faktor lain yang membuat kita eksis, salah satunya adalah kita unik dan
menjadi diri sendiri, tidak berusaha untuk menjadi seperti orang lain dan
melupakan jati diri kita
Referensi
- https://www.facebook.com/BahasadanBudayaRoteNdao/posts/416379705112589
- http://balaibahasabandung.web.id/bli/index.php/opini/26-ngamumule-bahasa-ibu
- http://manado.tribunnews.com/2013/08/13/ayo-kita-lestarikan-bahasa-ibu
- http://peka.umk.ac.id/2013/06/bahasa-ibu-vs-bahasa-dominan.html
- http://www.tabloid-nakita.com/read/1815/belajar-bahasa-ibu-dulu-bahasa-asing-kemudian
- http://bahasa.kompasiana.com/2013/02/21/bahasa-ibu-suara-indah-yang-terancam-punah-536813.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berrkomentar dengan baik dan benar..