Ads 468x60px

Selasa, 01 Oktober 2013

Selamatkan bahasa ibu

Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali di pelajari dan diperoleh anak ketika sudah mampu berbicara. Kepandaian dalam bahasa asli sangat penting untuk proses belajar berikutnya, karena bahasa ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama seringkali membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. Oleh karena itu bahasa ibu memiliki peranan penting dalam hal ini. Dalam konteks Indonesia, bahasa ibu selalu mengarah pada bahasa daerah tertentu atau disebut bahasa lokal. Hal ini disebabkan oleh keberagaman suku dan wilayah yang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Ini tentu tidak salah. Tapi lain hal nya dengan masyarakat di perkotaan yang penggunaan bahasa indonesia telah menjadi bahasa sehari hari, bahkan telah menjadi bahasa ibu bagi anak anak jaman sekarang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para orang tua menjadikan bahasa indonesia sebagai bahasa ibu, atau bahasa pertama yang diajarkan pada anaknya, diantaranya: karena lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan banyaknya warga pendatang, dan ada sebagian orang tua yang beralasan menggunakan bahasa indonesia sebagai bekal pendidikan. Nah dari sini muncul  kehawatiran, jika para orang tua mengajarkan bahasa indonesia sebagai bahasa ibu, maka lambat laun bahasa bahasa daerah akan hilang karena tidak ada generasi baru yang memakai bahasa daerah lagi.
Di era globalisasi ini perkembangan bahasa terjadi begitu cepat, banyak sekali bahasa bahasa baru yang muncul di kalangan generasi muda atau remaja saat ini, yang merupakan serapan dari bahasa asing, dan media seperti televisi, majalah, internet dan jejaring sosial menjadi penyebab utama akan terjadinya hal ini, mungkin hal ini bisa dibilang suatu kreativitas dari seseorang atau sekelompok orang, tapi kreativitass ini secara tak sadar membunuh bahasanya sendiri. Mereka yang gemar mengutip dan menuturkan bahasa-bahasa Korea misalnya, disadari atau tidak hal ini membuat eksistensi bahasa indonesia dan bahasa daerah semakin menurun, dan Tanpa disadari mereka sedang membunuh jati dirinya sendiri.

Sejak tahun 1999, UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai hari bahasa ibu international, tapi mirisnya asih banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini. UNESCO memandang pentingnya setiap bangsa menanamkan kesadaran pendidikan bahasa ibu kepada generasi penerusnya. Di sisi lain, UNESCO menangkap keprihatinan dunia yang terus kehilangan bahasa-bahasa ibunya. UNESCO memperkirakan sekitar 3000 bahasa akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada 2100 nanti. National Geographic merinci lagi bahwa ada 1 bahasa ibu di dunia yang punah setiap 14 hari. Di banyak tempat di dunia, bahasa ibu sedang berjalan menuju ke kepunahannya, termasuk di indonesia, atau bahkan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki kerentanan besar terkait kepunahan bahasa ibu masyarakatnya. Ratusan bahasa ibu masyarakat penduduk Indonesia semakin kehilangan penutur. Data UNESCO memaparkan ada 12 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah yakni Hukumina, Kayeli, Liliali, Mapia, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada’. Jumlah ini diyakini lebih sedikit dari yang sebenarnya karena ada banyak bahasa daerah yang tidak terdokumentasikan. Di tambah lagi ada puluhan bahasa ibu di indonesia yang terancam punah.
Di abad ke 21 ini memang memiliki tantangan yang berbeda dengan abad sebelumnya. Hegemoni bahasa Inggris sebagai alat komunikasi internasional mendorong negara negara berkembang membuat kebijakan mewajibkan bahasa asing tersebut diajarkan dan dipakai dalam dunia pendidikan, termasuk di indonesia, bisa kita lihat pada tiap tiap sekolah mulai dari SD sampai SLTA menjadikan bahasa inggris sebagai salah satu mata pelajaran wajib, dan bahkan ada beberapa PAUD yang menggunakan bahasa inggris sebagai media pembelajaran. Kita tahu bahwa di Indonesia sempat muncul sekolah-sekolah berlabel RSBI/SBI, atau sekolah berbasis international. Pakar Pendidikan Bahasa UPI Abdul Chaer dalam Kompas (Rabu, 25 April 2012) berpendapat bahwa penggunaan bahasa asing di RSBI/SBI tidak baik untuk pembinaan bahasa Indonesia. Praktisi pendidikan Darmaningtyas mengatakan, kebijakan RSBI/SBI salah kaprah dengan memandang bahasa Inggris lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Dari pandangan kedua pakar tersebut kita dapat menarik benang merah bahwa kebijakan RSBI/SBI tentu berakibat lebih buruk lagi terhadap perkembangan bahasa dan Sastra daerah.
Bukti penelitian  yang dilakukan oleh Arni binti Zainir dan Coleman terhadap kasus program dua bahasa (bilingual) di Malaysia menerangjelaskan siswa yang belajar IPA dan Matematika dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar menunjukkan prestasi jauh lebih buruk dalam Ujian Nasional (UN) dibandingkan dengan mereka yang menggunakan bahasa Melayu sampai akhir program (Associated Press Malaysia, 8 Juli 2009).
Melihat kenyataan di atas kita sebagai warga Indonesia seharusnya merasa prihatin dengan kedudukan bahasa daerah di indonesia saat ini yang harus bersaing dengan bahasa asing yang di anggap lebih keren dan kekinian, Kita bisa lihat pada kenyataannya para orang tua lebih mendorong anaknya untuk belajar bahasa asing dengan memasukan mereka ke sebuah lembaga kursusan bahasa inggris, jerman, korea, ataupun bahasa asing lainnya daripada bahasa daerah, dan yang lebih menghatirkan lagi ketika ada orang Indonesia yang ingin menempuh pendidikan lanjut tentang bahasa Jawa atau sunda lalu ia harus terbang ke Belanda untuk bisa memahami sejarah bahasa ibunya sendiri.
Memang benar tak hanya indonesia yang mengalami kepunahan bahasa ibu tapi semua negara di penjuru dunia ini menghadapi permasalahan yang sama. Kita sebagai bangsa indonesia sebisa mungkin harus berusaha untuk tetap mempertahankan bahasa darah kita, karena hakikatnya bahasa daerah merupakan lambang kebanggaan, lambang identitas daerah itu sendiri.
Era globalisasi memang mengharuskan kita untuk menguasai bahasa asing, namun kitapun juga jangan lupa, untuk tetap melestarikan bahasa kita sendiri, jangan malu untuk berbicara bahasa sendiri, dan tetap berusaha untuk menjaga eksistensi bahasa kita sendiri. selain penguasaan bahasa, juga ada faktor-faktor lain yang membuat kita eksis, salah satunya adalah kita unik dan menjadi diri sendiri, tidak berusaha untuk menjadi seperti orang lain dan melupakan jati diri kita
Referensi
  • https://www.facebook.com/BahasadanBudayaRoteNdao/posts/416379705112589
  • http://balaibahasabandung.web.id/bli/index.php/opini/26-ngamumule-bahasa-ibu
  • http://manado.tribunnews.com/2013/08/13/ayo-kita-lestarikan-bahasa-ibu
  • http://peka.umk.ac.id/2013/06/bahasa-ibu-vs-bahasa-dominan.html
  • http://www.tabloid-nakita.com/read/1815/belajar-bahasa-ibu-dulu-bahasa-asing-kemudian
  • http://bahasa.kompasiana.com/2013/02/21/bahasa-ibu-suara-indah-yang-terancam-punah-536813.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berrkomentar dengan baik dan benar..